Senin, 24 Desember 2012

Natal--Apakah benar2 bersifat Kristen ?????

Natal—Apakah
Benar-Benar Bersifat Kristen?

MENURUT The World Book Encyclopedia, ”Natal adalah hari saat orang-orang Kristen merayakan hari lahir Yesus Kristus.” Namun, ensiklopedia itu juga menyatakan, ”Orang-orang Kristen masa awal tidak merayakan kelahiran [Yesus] karena mereka menganggap perayaan kelahiran seseorang sebagai kebiasaan kafir.”

Buku The Making of the Modern Christmas, oleh Golby dan Purdue, setuju, ”Orang-orang Kristen masa awal tidak merayakan kelahiran Kristus. Hari kelahiran itu sendiri ada hubungannya dengan praktek kafir; Injil tidak mengatakan apa-apa tentang tanggal kelahiran Kristus yang sesungguhnya.”

Jika perayaan hari lahir tidak memiliki latar belakang Kristen, bagaimana hari lahir Kristus telah menjadi perayaan ”Kristen” yang sedemikian terkenal?

Mitos Versus Fakta—Kebenaran tentang Yesus

BAGAIMANA
MENURUT ANDA? APAKAH PERNYATAAN BERIKUT FAKTA ATAU MITOS?
Yesus
lahir pada tanggal 25 Desember.
Tiga
orang majus mengunjungi Yesus pada saat kelahirannya.
Yesus
satu-satunya anak Maria.
Yesus
adalah Allah yang menjelma.
Yesus
bukan sekadar orang baik.

BANYAK orang akan mengatakan bahwa semua pernyataan di atas itu benar. Yang lain mungkin mengatakan bahwa sulit—bahkan mustahil—untuk mengetahuinya dengan pasti. Bisa jadi mereka merasa bahwa asalkan kita percaya kepada Yesus, jawabannya tidak penting.

Minggu, 16 Desember 2012

Kelahiran Yesus mendatangkan ke damaian--bagaimana ?

Kelahiran
Yesus Mendatangkan Kedamaian—Bagaimana?

PENGUMUMAN ’damai di antara orang-orang yang mendapat perkenan’ bukan satu-satunya nubuat yang berkaitan dengan kelahiran Yesus. Sebelum para malaikat menyampaikan berita itu kepada para gembala yang tercengang, para utusan surgawi telah membuat pernyataan yang diilhami Allah kepada Maria dan suaminya, Yusuf, tentang Yesus yang baru dilahirkan. Pembahasan tentang berita-berita ini memungkinkan kita memperoleh sudut pandang yang lebih luas tentang kelahiran Yesus dan memahami makna yang sebenarnya dari janji malaikat mengenai kedamaian di antara orang-orang.

Dapatkah perayaan kafir di jadikan perayaan kristen ?

Dapatkah
Perayaan Kafir Dijadikan Perayaan Kristen?

SELAMA musim dingin tahun 2004, pada masa Natal di Italia telah terjadi suatu perdebatan yang sengit. Beberapa kalangan pendidik dan guru mendukung gagasan untuk mengurangi hingga sesedikit mungkin atau bahkan menghapus sama sekali apa pun yang berkaitan dengan tradisi Natal yang bersifat agama. Mereka menyarankan hal ini mengingat jumlah murid sekolah yang bukan Katolik maupun Protestan semakin meningkat. Namun, kalangan terpelajar dan profesional lain mendesak agar tradisi itu direspek dan dilestarikan sepenuhnya.

Akan tetapi, terlepas dari perdebatan ini, dari mana sebenarnya asal usul banyak tradisi Natal? Seraya debat itu mencapai klimaks, harian Vatikan L’Osservatore Romano melakukan beberapa pengamatan yang menarik.

Tahun baru Imlek

Tahun
Baru Imlek—Apakah untuk Orang Kristen?

SETIAP tahun pada bulan Januari atau Februari, Asia menjadi lokasi arus mudik terbesar di dunia. Ratusan juta orang Asia pulang untuk merayakan Tahun Baru Imlek bersama keluarga mereka.

Tahun Baru Imlek adalah festival paling penting dalam penanggalan Asia. ”[Perayaan itu] seperti Hari Tahun Baru, tanggal 4 Juli (Hari Kemerdekaan Amerika), Thanksgiving (Hari Ucapan Syukur), dan Natal digabung menjadi satu,” kata seorang penulis Amerika. Festival itu dimulai pada bulan baru pertama dalam penanggalan kamariah Tionghoa, atau antara tanggal 21 Januari dan 20 Februari pada kalender Barat. Festival itu berlangsung selama beberapa hari hingga dua minggu.

Konsep dasar perayaan Tahun Baru ini adalah pembaruan, menutup yang lama dan menyambut yang baru. Untuk menyambut perayaan ini, orang-orang membersihkan dan mendekorasi rumah mereka, membeli pakaian baru, mempersiapkan makanan dengan nama-nama yang berkaitan dengan ”nasib baik” (hoki) atau ”kemakmuran”, dan melunasi utang serta menyelesaikan perselisihan mereka. Pada Hari Tahun Baru, mereka bertukar hadiah dan memberi ucapan selamat, biasanya untuk kekayaan dan kemakmuran, membagi-bagikan amplop merah berisi uang hadiah (angpau), menyantap makanan istimewa, menyalakan kembang api, menonton tarian naga yang berwarna warni (barongsai), atau sekadar menikmati hari raya tersebut bersama keluarga dan handai tolan.

Kebiasaan-kebiasaan ini sarat dengan makna. Buku Mooncakes and Hungry Ghosts: Festivals of China menjelaskan, ”Hal utama yang dipikirkan oleh para keluarga, handai tolan, dan kaum kerabat ialah untuk mendapatkan nasib baik, menghormati para dewa dan roh, dan berharap mendapatkan rezeki baik pada tahun yang baru.” Karena dihubungkan dengan begitu banyak unsur adat istiadat dan keagamaan, bagaimana orang Kristen hendaknya memandang perayaan ini? Haruskah mereka mengikuti kebiasaan tersebut? Apakah perayaan ini untuk orang Kristen?

”Ingatlah
Sumbernya”

Sebuah pepatah Cina yang terkenal mengatakan, ”Sewaktu Anda minum air, ingatlah sumbernya.” Hal ini menunjukkan respek yang dalam terhadap orang tua dan leluhur mereka yang menjadi tradisi bagi banyak orang Asia. Karena orang tua memberi mereka kehidupan, maka wajarlah bila anak-anak memperlihatkan respek demikian, yang berperan penting dalam perayaan Tahun Baru.

Tak diragukan lagi, Malam Tahun Baru adalah acara penting bagi keluarga-keluarga Asia. Pada malam itu, kebanyakan keluarga berkumpul untuk jamuan makan istimewa. Ini merupakan kesempatan untuk reuni keluarga sehingga orang-orang yang tinggal di bagian dunia tersebut berupaya sebisa-bisanya untuk hadir. Di daerah tertentu di Asia, di meja makan disediakan tempat bukan hanya bagi anggota keluarga yang hadir melainkan juga bagi yang sudah meninggal, yang diyakini arwahnya hadir. Pada perjamuan ini ”benar-benar ada komunikasi antara leluhur dan para anggota keluarga”, kata sebuah ensiklopedia. ”Jadi, dengan memperbarui ikatan antara yang hidup dan yang mati, para leluhur akan melindungi keluarga itu sepanjang tahun,” kata sebuah karya referensi lain. Bagaimana orang Kristen seharusnya memandang kebiasaan ini?

Mengasihi dan merespek orang tua merupakan hal yang penting bagi orang Kristen. Mereka mengindahkan nasihat ilahi, ”Dengarkanlah bapakmu yang telah menyebabkan engkau lahir, dan jangan memandang rendah ibumu hanya karena ia sudah tua.” (Amsal 23:22) Mereka juga menaati perintah Alkitab, ”Hormatilah bapakmu dan ibumu”; yang adalah perintah pertama yang disertai janji: ’Agar baik keadaanmu dan engkau hidup untuk waktu yang lama di bumi.’” (Efesus 6:2, 3) Ya, orang Kristen ingin mengasihi dan menghormati orang tua mereka!

Alkitab juga menghargai pertemuan keluarga yang membina. (Ayub 1:4; Lukas 15:22-24) Namun, Yehuwa memerintahkan, ”Janganlah seorang pun menjadi tukang ramal . . . atau mengadakan hubungan dengan roh-roh orang mati.” (Ulangan 18:10, 11, Bahasa Indonesia Masa Kini) Mengapa ada larangan ini? Karena Alkitab menyingkapkan keadaan yang sesungguhnya dari orang mati. Alkitab mengatakan, ”Sebab yang hidup sadar bahwa mereka akan mati; tetapi orang mati, mereka sama sekali tidak sadar akan apa pun.” Karena orang mati tidak sadar akan apa pun, mereka tidak bisa ikut melakukan kegiatan orang yang hidup; mereka pun tidak bisa membantu atau mencelakai kita. (Pengkhotbah 9:5, 6, 10) Putra Allah, Yesus Kristus, menyamakan orang mati seperti tidur lelap, dan orang mati akan bangun dari tidur mereka hanya pada kebangkitan mendatang.—Yohanes 5:28, 29; 11:11, 14.

Selain itu, Alkitab memperlihatkan bahwa ”roh-roh orang mati” sebenarnya adalah makhluk roh fasik yang berpura-pura sebagai orang yang sudah meninggal. Untuk maksud apa? Untuk menyesatkan dan menggiring manusia di bawah kendali mereka yang jahat! (2 Tesalonika 2:9, 10) Sebenarnya, perintah-perintah Allah adalah untuk melindungi kita dari bahaya yang serius. Karena didorong oleh kasih akan Yehuwa dan ingin tetap aman, orang Kristen dengan bijaksana menghindari kebiasaan apa pun yang berkaitan dengan ibadat terhadap ”roh-roh leluhur” atau yang mencoba mendapatkan perlindungan mereka.—Yesaya 8:19, 20; 1 Korintus 10:20-22.

Sebaliknya, orang Kristen juga ingin menghormati ”Bapak, yang kepadanya setiap keluarga di surga dan di bumi berutang nama.” (Efesus 3:14, 15) Siapakah sang Bapak ini? Ia adalah Pencipta dan Pemberi Kehidupan kita, Allah Yehuwa. (Kisah 17:26) Karena itu, sewaktu kita mempertimbangkan kebiasaan-kebiasaan Tahun Baru Imlek, sebaiknya kita bertanya: Bagaimana pandangan Yehuwa terhadap kebiasaan-kebiasaan ini? Apakah hal-hal itu diperkenan-Nya?—1 Yohanes 5:3.

Menghormati
Dewa-Dewa Rumah Tangga

Perayaan Tahun Baru Imlek mencakup banyak kebiasaan populer yang menghormati banyak sekali dewa-dewi rumah tangga, seperti dewa pintu, dewa tanah atau roh pelindung, dewa kekayaan atau dewa keberuntungan, dan dewa dapur. Pertimbangkanlah kebiasaan populer untuk menghormati dewa dapur. Menurut kepercayaan itu, beberapa hari sebelum Tahun Baru, dewa ini mengadakan perjalanan ke surga untuk membawa laporan keluarga kepada Kaisar Batu Giok, penguasa tertinggi di kalangan dewa-dewi Tionghoa. Berharap bahwa dewa dapur itu akan memberikan laporan yang baik, keluarga membekali dia dengan makanan istimewa, dengan sajian manisan dan kue-kue dari ketan. Berharap agar perjalanannya cepat, keluarga menurunkan gambarnya, kadang-kadang memoles bibirnya dengan manisan, dan membakarnya di luar. Pada Malam Tahun Baru, mereka menaruh gambar baru dewa itu di atas tungku dapur, mengundangnya kembali ke rumah mereka pada tahun baru mendatang.

Meskipun banyak kebiasaan itu tampaknya tidak salah, orang Kristen ingin mengikuti pengarahan Firman Allah apabila hal itu menyangkut ibadat. Dalam hal ini, Yesus Kristus mengatakan, ”Yehuwa, Allahmu, yang harus engkau sembah, dan kepada dia saja engkau harus memberikan dinas suci.” (Matius 4:10) Jelaslah, Allah ingin agar kita menyembah Dia saja. Mengapa? Pertimbangkan hal ini: Yehuwa adalah Bapak surgawi kita. Bagaimana perasaan seorang bapak bila anak-anaknya meremehkan dia dan sebaliknya berpaling ke bapak yang lain? Apakah dia tidak akan merasa sakit hati?

Yesus mengakui Bapak surgawinya sebagai ”satu-satunya Allah yang benar”, dan Yehuwa sendiri dengan tegas mengatakan kepada para penyembah-Nya agar ’jangan ada allah lain pada mereka’ selain Dia. (Yohanes 17:3; Keluaran 20:3) Oleh karena itu, orang Kristen sejati ingin menyenangkan Yehuwa, bukan mengecewakan atau menyakiti hati-Nya dengan melayani dewa-dewa lain.—1 Korintus 8:4-6.

Takhayul
dan Spiritisme

Tahun Baru Imlek juga erat kaitannya dengan astrologi. Dalam kalender kamariah, setiap tahun dinamai menurut ke 12 binatang dalam zodiak Cina—naga, harimau, monyet, kelinci, dan sebagainya. Konon dipercaya binatang itu memengaruhi kepribadian dan perilaku orang-orang yang lahir pada tahun itu atau menjadikan tahun itu sebagai hari baik untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Banyak kebiasaan Tahun Baru Imlek lainnya, termasuk menghormati dewa kekayaan atau dewa keberuntungan, khususnya dirancang untuk mengharapkan ”hoki”. Bagaimana hendaknya orang Kristen memandang kebiasaan-kebiasaan tersebut?

Dalam Firman-Nya, Alkitab, Yehuwa mengecam orang-orang yang menjadi ”penyembah langit, pelihat bintang, mereka yang pada bulan-bulan baru membagikan pengetahuan mengenai hal-hal yang akan menimpa [mereka]”. Ia juga mengecam penyembahan kepada ”allah Keberuntungan” dan ”allah Nasib”. (Yesaya 47:13; 65:11, 12) Ketimbang memercayai pengaruh misterius atau yang tidak kelihatan yang konon dihubungkan dengan alam roh atau bintang-bintang, para penyembah sejati diperintahkan, ”Percayalah kepada Yehuwa dengan segenap hatimu dan jangan bersandar pada pengertianmu sendiri. Dalam segala jalanmu, berikanlah perhatian kepadanya, dan ia akan meluruskan jalan-jalanmu.” (Amsal 3:5, 6) Ya, takhayul membuat orang-orang terbelenggu, tetapi kebenaran Alkitab memerdekakan mereka.—Yohanes 8:32.

Tunjukkan
Kasih Anda kepada Allah

Mungkin tidak sulit untuk mengetahui latar belakang kebiasaan dan kepercayaan dari perayaan Tahun Baru Imlek; tetapi yang sulit adalah memutuskan untuk tidak ikut merayakannya. Jika Anda tinggal dalam masyarakat yang memiliki kebiasaan merayakan Tahun Baru Imlek atau jika keluarga Anda merayakannya sekadar mengikuti tradisi, Anda harus membuat keputusan yang penting.

Memang, perlu keberanian dan tekad untuk berdiri teguh di bawah tekanan. ”Saya begitu takut karena semua orang di sekitar saya merayakan festival Tahun Baru, sedangkan saya tidak,” kata seorang wanita Kristen yang tinggal di Asia. Apa yang membantunya? ”Hanya dengan memupuk kasih yang kuat akan Allah saya sanggup berdiri teguh.”—Matius 10:32-38.

Apakah Anda memiliki kasih yang sedemikian kuat kepada Yehuwa? Anda memiliki alasan yang kuat untuk mengasihi-Nya. Kehidupan Anda berasal, bukan dari dewa-dewi yang misterius, melainkan dari Allah Yehuwa, yang menurut Alkitab dikatakan, ”Karena padamu ada sumber kehidupan; dengan terang darimu kami dapat melihat terang.” (Mazmur 36:9) Bukannya dewa keberuntungan atau dewa dapur, melainkan Yehuwa-lah yang menyediakan segala sesuatu bagi Anda dan memungkinkan kehidupan yang bahagia. (Kisah 14:17; 17:28) Sebagai balasannya, maukah Anda mengasihi Dia? Yakinlah, bila Anda melakukannya, Yehuwa akan memberkati Anda dengan limpah.—Markus 10:29, 30.
[Catatan
Kaki]
Juga disebut Tahun Baru Tionghoa, Festival Musim Semi, Chun Jie (Cina), Tet (Vietnam), Solnal (Korea), atau Losar (Tibet).
Kebiasaan-kebiasaan yang disebutkan dalam artikel ini bervariasi di seluruh Asia, tetapi semuanya mempunyai dasar yang sama. Untuk keterangan lebih lanjut, lihat Awake! 22 Desember 1986, halaman 20-21, dan Awake! 8 Januari 1970, halaman 9-11.

[Kotak/Gambar
di hlm. 23]

Menenteramkan
Handai Tolan dan Kerabat



Dapat dimaklumi, bila seorang anggota keluarga tidak lagi ikut merayakan Tahun Baru Imlek, hal itu bisa sangat mengejutkan handai tolan dan kerabatnya. Mereka bisa jadi merasa kesal, disakiti, atau bahkan dikhianati. Namun, banyak yang dapat dilakukan untuk memelihara hubungan keluarga yang harmonis. Pertimbangkanlah beberapa komentar dari orang-orang Kristen yang tinggal di berbagai bagian Asia:


Jiang: ”Sebelum Tahun Baru, saya mengunjungi kerabat dan dengan bijaksana menjelaskan mengapa saya tidak lagi mengikuti beberapa adat istiadat yang populer. Saya berhati-hati agar tidak meremehkan kepercayaan yang mereka anut dan dengan penuh respek menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dari Alkitab. Hal ini membuka kesempatan untuk pembahasan rohani yang bagus.”


Li: ”Menjelang Tahun Baru Imlek, dengan bijaksana dan penuh respek saya memberi tahu suami saya bahwa agar saya benar-benar bisa bahagia, saya harus menaati hati nurani saya. Saya juga berjanji kepadanya bahwa saya tidak akan mempermalukan dia pada waktu kami mengunjungi keluarganya selama perayaan itu. Secara tidak terduga, pada hari keluarganya beribadat kepada leluhur mereka, ia membawa saya ke tempat lain untuk menghadiri pertemuan Kristen.”


Xie: ”Saya meyakinkan keluarga bahwa saya mengasihi mereka dan memberi tahu mereka bahwa kepercayaan yang saya anut akan menjadikan saya orang yang lebih baik. Lalu, saya berupaya keras untuk memperlihatkan sifat-sifat Kristen seperti kelembutan, kebijaksanaan, dan kasih. Lambat laun, mereka merespek agama saya. Belakangan, suami saya mempelajari Alkitab dan juga menjadi orang Kristen sejati.”


Min: ”Saya berbicara kepada orang tua saya dengan cara yang lembut dan penuh respek. Ketimbang memberi ucapan ’semoga beruntung’, saya mengatakan kepada mereka bahwa saya selalu berdoa kepada Yehuwa, Pencipta kita, untuk kepentingan mereka, memohon agar Dia memberkati mereka dan menuntun mereka ke kehidupan yang damai dan bahagia.”


Fuong: ”Saya mengatakan kepada orang tua saya bahwa saya tidak perlu menunggu Tahun Baru untuk berkunjung ke keluarga. Saya sering mengunjungi mereka. Hal ini membuat orang tua saya sangat senang, dan mereka tidak lagi mengkritik saya. Adik laki-laki saya juga mulai berminat mempelajari kebenaran Alkitab.”

[Keterangan
Gambar di hlm. 20]

Panorama Stock/age Fotostock

Tantangan dari keragaman agama

Tantangan
dari Keragaman Agama
Sebagai seorang pendidik, Anda dihadapkan pada tantangan yang jarang dihadapi oleh para pendidik pada abad-abad yang lalu—keragaman agama.

SEPANJANG Abad Pertengahan, warga negara dari negeri yang sama biasanya mempraktekkan agama yang sama. Baru pada akhir abad ke-19, Eropa terbiasa hanya dengan beberapa agama utama: Katolik dan Protestan di barat, Ortodoksi dan Islam di timur, dan Yudaisme. Tidak diragukan, keragaman agama jauh lebih umum dewasa ini di Eropa dan di seluruh dunia. Agama-agama yang kurang kita kenal telah berdiri, baik karena dianut oleh beberapa orang di antara penduduk aslinya sendiri atau diperkenalkan oleh para imigran dan pengungsi.

Maka dewasa ini, di negeri-negeri seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jerman, dan Prancis, kita menemukan banyak penganut agama Islam, Buddha, dan Hindu. Pada waktu yang sama, Saksi-Saksi Yehuwa, sebagai orang Kristen, melayani dengan aktif di lebih dari 230 negeri; mereka telah menjadi agama kedua terbesar di Italia dan di Spanyol. Di masing-masing dari 13 negeri, anggota mereka yang aktif berjumlah lebih dari 100.000 orang.—Lihat kotak, halaman 15.

Keragaman dari praktek-praktek agama setempat bisa menimbulkan tantangan kepada para pendidik. Sebagai contoh, beberapa pertanyaan penting mungkin diajukan mengenai perayaan-perayaan yang populer: Haruskah setiap peringatan diikuti oleh setiap siswa—tidak soal agamanya? Kebanyakan mungkin tidak mempunyai keberatan dengan perayaan-perayaan demikian. Akan tetapi, tidakkah sudut pandangan dari keluarga yang termasuk kelompok minoritas hendaknya juga dihormati? Dan ada faktor lain yang harus dipertimbangkan: Di negeri-negeri yang hukumnya memisahkan agama dari Negara dan pelajaran agama tidak boleh dimasukkan ke dalam kurikulum, tidakkah beberapa orang akan mendapatinya tidak konsisten jika sekolah mewajibkan perayaan-perayaan demikian?

Hari
Ulang Tahun

Salah pengertian bahkan dapat timbul sehubungan perayaan-perayaan yang tampaknya mempunyai sedikit, kalau pun ada, keterkaitan dengan agama. Halnya demikian berkenaan hari ulang tahun, yang dirayakan di banyak sekolah. Walaupun Saksi-Saksi Yehuwa menghargai hak orang lain untuk merayakan hari ulang tahun, Anda tentu mengetahui bahwa mereka memilih untuk tidak ikut dalam perayaan demikian. Tetapi mungkin Anda tidak mengetahui alasan-alasan mengapa mereka dan anak-anak mereka memutuskan untuk tidak berpartisipasi dalam perayaan ini.

Le
livre des religions (Buku Agama-Agama), sebuah ensiklopedia yang beredar luas di Prancis, menyebutkan kebiasaan ini sebagai suatu upacara dan mendaftarkannya di antara ”upacara-upacara duniawi”. Walaupun dewasa ini dianggap sebagai kebiasaan duniawi yang tidak berbahaya, perayaan hari ulang tahun sebenarnya berasal dari kekafiran.

The
Encyclopedia Americana (edisi tahun 1991) menyatakan, ”Dunia purba dari Mesir, Yunani, Romawi, dan Persia merayakan hari ulang tahun para dewa, raja, dan bangsawan.” Pengarang bernama Ralph dan Adelin Linton menyingkapkan alasan yang mendukung hal ini. Dalam buku mereka The Lore of Birthdays, mereka menulis, ”Mesopotamia dan Mesir, tempat lahirnya peradaban, adalah juga negeri-negeri pertama yang orang-orangnya mengingat dan menghormati hari ulang tahun mereka. Dipeliharanya catatan-catatan tanggal kelahiran penting di zaman purba terutama karena tanggal kelahiran sangat diperlukan untuk pembuatan sebuah horoskop.” Keterkaitan langsung dengan astrologi ini menjadi alasan untuk pertimbangan yang penting bagi siapa pun yang menjauhi astrologi mengingat apa yang Alkitab katakan tentangnya.—Yesaya 47:13-15.

Maka tidaklah mengherankan, kita membaca dalam The World Book Encyclopedia, ”Orang-orang Kristen masa awal tidak merayakan kelahiran-Nya [Kristus] karena mereka menganggap perayaan kelahiran seseorang sebagai kebiasaan kafir.”—Jilid 3, halaman 416.

Mengingat keterangan di atas, Saksi-Saksi Yehuwa memilih untuk tidak ikut dalam pesta-pesta hari ulang tahun. Sudah pasti, kelahiran seorang anak adalah peristiwa yang membahagiakan dan menakjubkan. Secara wajar, semua orang-tua merasa girang melihat anak-anak mereka bertumbuh dan berkembang seraya tahun-tahun berlalu. Saksi-Saksi Yehuwa juga merasakan sukacita besar dalam mempertunjukkan kasih mereka kepada keluarga dan teman-teman dengan memberi hadiah dan bersukaria bersama. Akan tetapi, mengingat asal usul perayaan hari ulang tahun, mereka lebih suka melakukannya pada waktu-waktu lain sepanjang tahun.—Lukas 15:22-25; Kisah 20:35.

Natal

Natal dirayakan di seluas dunia, bahkan di negeri-negeri yang bukan Kristen. Karena hari raya ini diterima oleh kebanyakan agama dari Susunan Kristen, mungkin tampaknya agak mengejutkan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa memilih untuk tidak merayakannya. Mengapa demikian?

Sebagaimana dinyatakan dengan jelas oleh banyak ensiklopedia, hari kelahiran Yesus ditetapkan dengan sesuka hati sehingga bersamaan waktu dengan sebuah festival kafir Romawi. Perhatikanlah pernyataan-pernyataan berikut yang diambil dari berbagai karya acuan:

”Tanggal kelahiran Kristus tidak diketahui. Injil tidak menunjukkan hari maupun bulannya.”—New Catholic Encyclopedia, Jilid II, halaman 656.

”Kebanyakan kebiasaan Natal yang kini umum di Eropa, atau yang dicatat sejak masa silam, bukanlah kebiasaan-kebiasaan asli Kristen, melainkan kebiasaan-kebiasaan kafir yang telah diterima atau ditoleransi oleh Gereja. . . . Saturnalia di Roma menyediakan model bagi kebanyakan kebiasaan bersukaria pada waktu Natal.”—Encyclopædia of Religion and Ethics (Edinburgh, 1910), diedit oleh James Hastings, Jilid III, halaman 608-9.

”Natal telah dirayakan pada tanggal 25 Desember di semua gereja Kristen sejak abad keempat. Pada waktu itu, ini adalah tanggal dari festival kafir yang merayakan titik balik matahari di musim dingin yang disebut ’Kelahiran (Latin, natale) Matahari’, karena matahari tampaknya lahir kembali seraya hari-hari kembali menjadi lebih panjang. Di Roma, Gereja mengadopsi kebiasaan yang sangat populer ini . . . dengan memberinya suatu arti baru.”—Encyclopædia Universalis, 1968, (Prancis) Jilid 19, halaman 1375.

”Perkembangan festival Natal dipengaruhi oleh perbandingan dengan perayaan kafir Sol Invictus (Matahari yang Tidak Terkalahkan atau Mitra). Di lain pihak, tanggal 25 Desember, sebagai hari titik balik matahari di musim dingin, ditandai dengan terang yang terbit ke dalam dunia melalui Kristus, dan simbolisme Sol Invictus kemudian dialihkan kepada Kristus.”—Brockhaus Enzyklopädie, (Jerman) Jilid 20, halaman 125.

Pada waktu mengetahui fakta-fakta tentang Natal, bagaimana reaksi beberapa orang? The Encyclopædia Britannica menyatakan, ”Pada tahun 1644, kaum puritan Inggris melarang pesta atau kebaktian agama apa pun dengan undang-undang dari Parlemen, dengan alasan bahwa hari itu [Natal] adalah festival kafir, dan memerintahkan agar hari itu diperingati sebagai hari puasa. Charles II menghidupkan kembali kegiatan-kegiatan meriah tersebut, tetapi orang-orang Skotlandia berpaut pada pandangan kaum Puritan.” Orang-orang Kristen masa awal tidak merayakan Natal, demikian pula Saksi-Saksi Yehuwa dewasa ini tidak merayakannya ataupun berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan Natal.

Akan tetapi, Alkitab memperbolehkan memberi hadiah atau mengundang keluarga dan teman-teman untuk suatu perjamuan makan yang menyenangkan pada kesempatan-kesempatan lain. Alkitab menganjurkan orang-tua untuk melatih anak-anak mereka agar bermurah hati dengan tulus, sebaliknya daripada memberi hadiah hanya jika secara sosial kita diharapkan untuk melakukannya. (Matius 6:2, 3) Anak-anak dari Saksi-Saksi Yehuwa diajar untuk bersikap toleran dan penuh hormat, dan hal ini termasuk mengakui hak orang lain untuk merayakan Natal. Maka, mereka menghargai jika keputusan mereka untuk tidak ikut dalam perayaan Natal dihormati.

Perayaan-Perayaan
Lain

Saksi-Saksi Yehuwa mengambil pendirian yang sama terhadap hari-hari raya lain yang bersifat keagamaan atau yang berbau keagamaan yang diadakan selama tahun pelajaran sekolah di berbagai negeri, seperti festival-festival bulan Juni di Brasil, Epiphany di Prancis, Carnival di Jerman, Setsubun di Jepang, dan Halloween di Amerika Serikat. Sehubungan hari-hari raya ini atau perayaan spesifik lainnya yang tidak disebutkan di sini, orang-tua Saksi atau anak-anak mereka pasti akan senang menjawab pertanyaan apa pun yang mungkin Anda miliki.

Selasa, 04 Desember 2012

Mengapa beberapa orang tidak merayakan Natal ?

Pembaca Bertanya . . .

Mengapa Beberapa Orang Tidak Merayakan Natal?


Di seluruh dunia, hampir dua miliar orang merayakan Natal setiap 25 Desember, dan ada setidaknya 200 juta orang yang merayakan kelahiran Yesus Kristus pada 7 Januari. Namun, ada jutaan orang lainnya yang tidak mau merayakannya sama sekali. Mengapa?
Satu alasannya, mereka mungkin tergabung dalam agama di luar Kristen. Beberapa di antaranya adalah agama Yahudi, Hindu, atau Shinto. Yang lain, seperti orang ateis, agnostik, penganut kebebasan berpikir, atau humanis sekuler, memandang kisah Natal sebagai mitos belaka.

Asal usul Natal zaman modern


Asal
Usul Natal Zaman Modern

BAGI jutaan orang di seluruh dunia, Natal adalah saat yang penuh sukacita dalam setahun. Inilah waktunya untuk makan-makan, menjalankan tradisi turun-temurun, dan menikmati kebersamaan dalam keluarga. Hari Natal adalah juga kesempatan bagi sahabat dan sanak saudara untuk bertukar kartu dan hadiah.

Akan tetapi, 150 tahun yang lalu, Natal sebenarnya merupakan hari raya yang sangat berbeda. Dalam bukunya, The Battle for Christmas, profesor sejarah Stephen Nissenbaum menulis, ”Natal . . . adalah saat untuk bermabuk-mabukan karena aturan-aturan yang menuntun perilaku manusia dalam masyarakat untuk sementara diabaikan demi ’karnaval’, semacam Mardi Gras di bulan Desember.”

Bagi orang yang sangat menghormati Natal, gambaran ini mungkin mengganggu perasaannya. Mengapa orang-orang sampai hati menodai hari raya yang bertujuan memperingati kelahiran Putra Allah? Jawabannya mungkin mengejutkan saudara.

Bintang apa yg menunutun orang Majus ?

Bintang
Apa yang Menuntun ”Orang-Orang Majus” kepada Yesus?
Berbagai kisah Natal yang populer menggambarkan bintang itu sebagai pertanda baik dari surga. Benarkah demikian?



Keunikan bintang itu menarik perhatian ”orang-orang majus” dari Timur, dan bintang itu akhirnya menuntun mereka kepada Yesus yang masih kecil, tutur penulis Alkitab Matius. (Matius 2:1-12, Terjemahan Baru) Berbagai kisah Natal yang populer menggambarkan bintang itu sebagai pertanda baik dari surga. Sebuah referensi menjelaskan bahwa bintang itu merupakan bagian dari ”pengaturan yang sudah ditetapkan Allah agar . . . Yesus yang masih kecil dihormati dan diakui oleh Bapak sebagai Putra yang dikasihi”. Malah, bintang ini sering disanjung dalam lagu-lagu Natal. Bintang apa ini?

Apa kebenaran mengenai Betlehem dan hari Natal ?







Apa
Kebenaran mengenai Betlehem dan Hari Natal?

”PADA waktu kita berpikir mengenai Misteri Betlehem kita tidak dapat menghindari pertanyaan-pertanyaan dan keragu-raguan yang muncul dalam pikiran kita.”—Betlehem, karya Maria Teresa Petrozzi.

’Mengapa ada pertanyaan dan keragu-raguan?’ saudara mungkin bertanya. Padahal, berbagai kepercayaan mengenai Natal, dan tempat-tempat yang bersangkutan dengan kepercayaan-kepercayaan itu, didasarkan atas fakta. Atau, betulkah demikian?

Bilamana
Ia Lahir?

Mengenai tanggal kelahiran Yesus, Maria Teresa Petrozzi bertanya, ”Kapan tepatnya sang Penebus lahir? Kita ingin mengetahui bukan hanya tahun tetapi juga bulan, hari, jamnya. Ketepatan matematika tidak disediakan bagi kita.” New Catholic Encyclopedia memperkuat hal ini, ”Tanggal kelahiran Kristus Yesus hanya dapat dihitung secara kira-kira.” Mengenai tanggal yang diberikan untuk kelahiran Kristus ensiklopedi itu berkata, ”Tanggal 25 Desember tidak cocok dengan kelahiran Kristus melainkan dengan perayaan Natalis Solis Invicti, perayaan Roma pada waktu matahari berada pada titik baliknya.”

Senin, 26 November 2012

Semangat Natal Kian Pudar?

 



”Kita sering terjebak dalam ingar bingar Natal. Waktu biasanya habis untuk mengurus berbagai kesibukan yang sudah menjadi tradisi, dan waktu yang seharusnya dikhususkan untuk keluarga dan sahabat pun tersita. Kebahagiaan yang seharusnya kita rasakan kadang malah tertutup oleh stres yang kita alami.”​—MANTAN GUBERNUR OKLAHOMA [AS] BRAD HENRY, 23 DESEMBER 2008.

Apakah Anda Memang Pernah Hidup Sebelumnya?

 



”Terlahir kembali adalah suatu fakta, orang hidup berasal dari orang mati adalah fakta juga, dan jiwa orang mati benar-benar ada.”​—PLATO, FILSUF YUNANI, ABAD KE-5 SM, MENGUTIP PERKATAAN ”SOKRATES”.
”Jiwa harus hidup dalam tubuh namun jiwa bukan tubuh; itu tinggal dalam suatu tubuh dan pindah dari satu tubuh ke tubuh lain.”​—GIORDANO BRUNO, FILSUF ITALIA, ABAD KE-16 M.
”Tidak ada yang benar-benar mati: manusia hanya berpura-pura mati . . . dan seolah melihat ke luar jendela, mereka baik-baik saja, tersamar dalam wujud baru yang berbeda.”​—RALPH WALDO EMERSON, PENULIS DAN PENYAIR AMERIKA, ABAD KE-19 M.

Hebrew interlinier

Pembaca Bertanya . . .

 

Apakah Iman Sekadar Pelarian?


Pelarian adalah suatu tindakan menipu diri sendiri. Orang yang melakukannya lari dari kenyataan dan tidak bisa berpikir masuk akal. Misalnya, beberapa orang menggunakan alkohol sebagai bentuk pelarian. Pada awalnya, alkohol bisa membuat mereka lebih percaya diri dan merasa dapat menanggulangi problem kehidupan. Tetapi, dalam jangka panjang, orang yang mengandalkan alkohol akan merusak diri sendiri. Apakah iman juga suatu bentuk pelarian seperti itu?
Beberapa orang yang skeptis menyamakan iman dengan kepercayaan yang membabi buta. Mereka mengatakan bahwa orang yang beriman tidak menggunakan logika atau bukti yang nyata sebagai dasar keyakinannya. Mereka menyiratkan bahwa orang yang beriman itu mengabaikan kenyataan.
Alkitab memberikan banyak keterangan tentang iman. Tetapi, Alkitab tidak pernah menganjurkan kita untuk asal percaya atau naif. Alkitab juga tidak menyetujui sikap malas berpikir. Sebaliknya, orang yang memercayai semua yang ia dengar disebut kurang berpengalaman, bahkan bodoh. (Amsal 14:15, 18) Ya, sungguh bodoh apabila kita memercayai sesuatu tanpa memeriksa faktanya! Itu sama seperti mau disuruh menyeberang jalan raya yang ramai dengan mata tertutup.
Sebaliknya dari menganjurkan iman yang membabi buta, Alkitab mendesak kita untuk terus membuka mata kiasan kita agar tidak tertipu. (Matius 16:6) Hal itu kita lakukan dengan menggunakan ’daya nalar kita’. (Roma 12:1) Alkitab melatih kita untuk bernalar berdasarkan bukti dan menarik kesimpulan yang masuk akal berdasarkan fakta. Pertimbangkan beberapa contoh dari tulisan rasul Paulus.
Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus menulis bahwa ia tidak mau mereka asal percaya kepada Allah hanya karena ia menyuruhnya. Tetapi, ia menganjurkan mereka untuk mempertimbangkan bukti adanya Allah. Ia menulis, ”Sebab sifat-sifatnya [Allah] yang tidak kelihatan, yaitu kuasanya yang kekal dan Keilahiannya, jelas terlihat sejak penciptaan dunia, karena sifat-sifat tersebut dipahami melalui perkara-perkara yang diciptakan, sehingga mereka [yang menolak wewenang Allah] tidak dapat berdalih.” (Roma 1:20) Paulus menggunakan alur penalaran serupa ketika menulis surat kepada orang Ibrani. Ia mengatakan, ”Tentu, setiap rumah dibangun oleh seseorang, tetapi ia yang membangun segala perkara adalah Allah.” (Ibrani 3:4) Dalam suratnya kepada orang Kristen di kota Tesalonika, Paulus menganjurkan mereka agar tidak sembarang percaya. Ia ingin agar mereka ”memastikan segala sesuatu”.​—1 Tesalonika 5:21.
Iman bisa menjadi perisai yang melindungi kita


Iman yang tidak didasarkan atas bukti yang kuat dapat menjadi suatu bentuk pelarian yang bisa menyesatkan dan mencelakai seseorang. Mengenai beberapa orang religius pada zamannya, Paulus menulis, ”Aku memberikan kesaksian tentang mereka bahwa mereka mempunyai gairah untuk Allah; tetapi tidak menurut pengetahuan yang saksama.” (Roma 10:2) Maka, betapa penting bagi kita untuk mengikuti nasihat Paulus kepada jemaat di Roma! Ia menulis, ”Berubahlah dengan mengubah pikiranmu, agar kamu dapat menyimpulkan kehendak Allah yang baik dan diperkenan dan sempurna.” (Roma 12:2) Iman yang didasarkan atas pengetahuan yang saksama tentang Allah bukanlah sebuah bentuk pelarian. Sebaliknya, itu bagaikan ”perisai besar” yang melindungi kita dari bahaya emosi dan rohani.​—Efesus 6:16.

Anti-Tritunggal


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Anti-Tritunggal (disebut juga Nontrinitarianisme) merupakan sebuah kepercayaan kristen yang menyatakan penolakan atas doktrin Tritunggal, baik sebagian atau keseluruhan doktrin, karena dianggap tidak tercantum secara eksplisit di Alkitab.

Keberadaan Tritunggal tidak dianggap penting sama sekali oleh semua penganut anti-Tritunggal. Unitarian merupakan salah satu cabang dari anti-Tritunggal, yang menyatakan bahwa Tuhan hanya memiliki satu kepribadian. Penganut anti-Tritunggal modern berbeda pendapat mengenai Allah Bapa, Yesus, dan Roh Kudus.

Selasa, 06 November 2012

Apakah Allah Akan Menetapkan Suatu Pemerintahan Dunia?

Belajarlah dari Firman Allah

 


Artikel ini memuat pertanyaan yang mungkin pernah Anda ajukan dan memperlihatkan jawabannya dalam Alkitab Anda. Saksi-Saksi Yehuwa senang membahas jawaban ini bersama Anda.

1. Mengapa manusia membutuhkan satu pemerintahan untuk seluruh dunia?


Dewasa ini, problem manusia sering kali berskala global. Di beberapa negeri, kebanyakan rakyatnya miskin dan tertindas. Sedangkan di negeri lain, banyak orang tampaknya berkelimpahan. Hanya pemerintahan global yang dapat mendistribusikan sumber daya bumi secara adil.​—BacaPengkhotbah 4:1; 8:9.




Senin, 05 November 2012

Pertanyaan 3: Mengapa Allah Membiarkan Saya Menderita?

Pertanyaan 3: Mengapa Allah Membiarkan Saya Menderita?



AYAH Ian peminum berat. Walaupun segala kebutuhan materinya terpenuhi, Ian tidak mendapat dukungan emosi yang ia dambakan dari ayahnya. ”Saya tidak begitu menyayangi dia, terutama karena kebiasaan minum-minumnya dan cara ia memperlakukan Ibu,” kata Ian. Seraya beranjak dewasa, Ian mulai mempertanyakan adanya Allah. ”’Kalau Allah memang ada,’ pikir saya, ’mengapa Ia membiarkan orang-orang menderita?’”

Mengapa pertanyaan ini diajukan?

Walaupun kehidupan Anda tidak banyak dilanda masalah, rasa keadilan bisa membuat Anda geram saat melihat orang yang tak bersalah menderita. Tetapi, pertanyaan tentang penderitaan menjadi sangat penting jika Anda, seperti Ian, mengalami sendiri berbagai kesulitan atau jika orang yang Anda kasihi jatuh sakit atau meninggal.

Apa jawabannya menurut beberapa orang?

Pertanyaan 2: Bagaimana Keadaan Orang Mati?

Pertanyaan 2: Bagaimana Keadaan Orang Mati?



ROMAN masih anak-anak ketika teman dekatnya mati tertabrak mobil. ”Saya amat terpukul dengan kematian sahabat saya,” katanya. ”Bertahun-tahun setelah itu, saya masih bertanya-tanya bagaimana keadaan orang mati.”

Mengapa pertanyaan ini diajukan?

Kematian manusia sepertinya tidak pernah terasa wajar. Pada usia berapa pun, kita biasanya tidak mau mati. Banyak orang takut akan apa yang terjadi setelah kematian.

Apa jawabannya menurut beberapa orang?

Banyak orang percaya bahwa pada waktu seseorang mati, ada sesuatu yang tetap hidup dari dirinya. Mereka percaya bahwa orang baik akan mendapat pahala di surga, sedangkan orang jahat akan dihukum selama-lamanya karena dosanya. Orang lain berpikir bahwa pada waktu mati, seseorang tidak ada lagi dan akhirnya terlupakan sama sekali.

Pertanyaan 1: Apakah Kehidupan Saya Ada Tujuannya?

Pertanyaan 1: Apakah Kehidupan Saya Ada Tujuannya?



ROSALIND, yang dibesarkan di Inggris, suka sekali belajar. Ia juga ingin membantu orang lain. Setamat sekolah, ia mendapat pekerjaan bergengsi yang ada kaitannya dengan membantu kaum tunawisma; ia juga membantu orang cacat, dan penderita ketidaksanggupan belajar. Walaupun memiliki pekerjaan yang memuaskan dan hidup makmur, ia mengatakan, ”Saya selalu bertanya-tanya, ’Untuk apa kita hidup?’ dan ’Apa makna hidup ini?’”

Mengapa pertanyaan ini diajukan?

Manusia tidak seperti binatang yang tak berakal. Kita sanggup belajar dari masa lalu, merencanakan masa depan, dan mencari makna kehidupan.

Apa jawabannya menurut beberapa orang?

Banyak orang merasa bahwa tujuan utama kehidupan adalah untuk menjadi kaya atau tenar agar bisa bahagia.

Pantaskah Bertanya kepada Allah?

Pantaskah Bertanya kepada Allah?



ADA yang mengatakan bahwa kita tidak boleh mempertanyakan tindakan Allah. Menurut mereka, tidaklah sopan untuk meminta penjelasan mengapa Allah membiarkan atau menghalangi sesuatu terjadi. Begitukah menurut Anda?
Jika ya, Anda mungkin kaget karena ternyata banyak orang baik mempertanyakan tindakan Allah. Perhatikan beberapa contoh pertanyaan yang mereka ajukan kepada Allah:
Ayub yang setia: ”Apa sebabnya orang fasik terus hidup, menjadi tua, juga menjadi unggul dalam kekayaan?”​Ayub 21:7.
Nabi Habakuk yang loyal: ”Mengapa engkau memandang mereka yang berkhianat, engkau tetap diam sewaktu orang fasik menelan habis orang yang lebih adil-benar daripadanya?”​Habakuk 1:13.