Minggu, 16 Desember 2012

Tahun baru Imlek

Tahun
Baru Imlek—Apakah untuk Orang Kristen?

SETIAP tahun pada bulan Januari atau Februari, Asia menjadi lokasi arus mudik terbesar di dunia. Ratusan juta orang Asia pulang untuk merayakan Tahun Baru Imlek bersama keluarga mereka.

Tahun Baru Imlek adalah festival paling penting dalam penanggalan Asia. ”[Perayaan itu] seperti Hari Tahun Baru, tanggal 4 Juli (Hari Kemerdekaan Amerika), Thanksgiving (Hari Ucapan Syukur), dan Natal digabung menjadi satu,” kata seorang penulis Amerika. Festival itu dimulai pada bulan baru pertama dalam penanggalan kamariah Tionghoa, atau antara tanggal 21 Januari dan 20 Februari pada kalender Barat. Festival itu berlangsung selama beberapa hari hingga dua minggu.

Konsep dasar perayaan Tahun Baru ini adalah pembaruan, menutup yang lama dan menyambut yang baru. Untuk menyambut perayaan ini, orang-orang membersihkan dan mendekorasi rumah mereka, membeli pakaian baru, mempersiapkan makanan dengan nama-nama yang berkaitan dengan ”nasib baik” (hoki) atau ”kemakmuran”, dan melunasi utang serta menyelesaikan perselisihan mereka. Pada Hari Tahun Baru, mereka bertukar hadiah dan memberi ucapan selamat, biasanya untuk kekayaan dan kemakmuran, membagi-bagikan amplop merah berisi uang hadiah (angpau), menyantap makanan istimewa, menyalakan kembang api, menonton tarian naga yang berwarna warni (barongsai), atau sekadar menikmati hari raya tersebut bersama keluarga dan handai tolan.

Kebiasaan-kebiasaan ini sarat dengan makna. Buku Mooncakes and Hungry Ghosts: Festivals of China menjelaskan, ”Hal utama yang dipikirkan oleh para keluarga, handai tolan, dan kaum kerabat ialah untuk mendapatkan nasib baik, menghormati para dewa dan roh, dan berharap mendapatkan rezeki baik pada tahun yang baru.” Karena dihubungkan dengan begitu banyak unsur adat istiadat dan keagamaan, bagaimana orang Kristen hendaknya memandang perayaan ini? Haruskah mereka mengikuti kebiasaan tersebut? Apakah perayaan ini untuk orang Kristen?

”Ingatlah
Sumbernya”

Sebuah pepatah Cina yang terkenal mengatakan, ”Sewaktu Anda minum air, ingatlah sumbernya.” Hal ini menunjukkan respek yang dalam terhadap orang tua dan leluhur mereka yang menjadi tradisi bagi banyak orang Asia. Karena orang tua memberi mereka kehidupan, maka wajarlah bila anak-anak memperlihatkan respek demikian, yang berperan penting dalam perayaan Tahun Baru.

Tak diragukan lagi, Malam Tahun Baru adalah acara penting bagi keluarga-keluarga Asia. Pada malam itu, kebanyakan keluarga berkumpul untuk jamuan makan istimewa. Ini merupakan kesempatan untuk reuni keluarga sehingga orang-orang yang tinggal di bagian dunia tersebut berupaya sebisa-bisanya untuk hadir. Di daerah tertentu di Asia, di meja makan disediakan tempat bukan hanya bagi anggota keluarga yang hadir melainkan juga bagi yang sudah meninggal, yang diyakini arwahnya hadir. Pada perjamuan ini ”benar-benar ada komunikasi antara leluhur dan para anggota keluarga”, kata sebuah ensiklopedia. ”Jadi, dengan memperbarui ikatan antara yang hidup dan yang mati, para leluhur akan melindungi keluarga itu sepanjang tahun,” kata sebuah karya referensi lain. Bagaimana orang Kristen seharusnya memandang kebiasaan ini?

Mengasihi dan merespek orang tua merupakan hal yang penting bagi orang Kristen. Mereka mengindahkan nasihat ilahi, ”Dengarkanlah bapakmu yang telah menyebabkan engkau lahir, dan jangan memandang rendah ibumu hanya karena ia sudah tua.” (Amsal 23:22) Mereka juga menaati perintah Alkitab, ”Hormatilah bapakmu dan ibumu”; yang adalah perintah pertama yang disertai janji: ’Agar baik keadaanmu dan engkau hidup untuk waktu yang lama di bumi.’” (Efesus 6:2, 3) Ya, orang Kristen ingin mengasihi dan menghormati orang tua mereka!

Alkitab juga menghargai pertemuan keluarga yang membina. (Ayub 1:4; Lukas 15:22-24) Namun, Yehuwa memerintahkan, ”Janganlah seorang pun menjadi tukang ramal . . . atau mengadakan hubungan dengan roh-roh orang mati.” (Ulangan 18:10, 11, Bahasa Indonesia Masa Kini) Mengapa ada larangan ini? Karena Alkitab menyingkapkan keadaan yang sesungguhnya dari orang mati. Alkitab mengatakan, ”Sebab yang hidup sadar bahwa mereka akan mati; tetapi orang mati, mereka sama sekali tidak sadar akan apa pun.” Karena orang mati tidak sadar akan apa pun, mereka tidak bisa ikut melakukan kegiatan orang yang hidup; mereka pun tidak bisa membantu atau mencelakai kita. (Pengkhotbah 9:5, 6, 10) Putra Allah, Yesus Kristus, menyamakan orang mati seperti tidur lelap, dan orang mati akan bangun dari tidur mereka hanya pada kebangkitan mendatang.—Yohanes 5:28, 29; 11:11, 14.

Selain itu, Alkitab memperlihatkan bahwa ”roh-roh orang mati” sebenarnya adalah makhluk roh fasik yang berpura-pura sebagai orang yang sudah meninggal. Untuk maksud apa? Untuk menyesatkan dan menggiring manusia di bawah kendali mereka yang jahat! (2 Tesalonika 2:9, 10) Sebenarnya, perintah-perintah Allah adalah untuk melindungi kita dari bahaya yang serius. Karena didorong oleh kasih akan Yehuwa dan ingin tetap aman, orang Kristen dengan bijaksana menghindari kebiasaan apa pun yang berkaitan dengan ibadat terhadap ”roh-roh leluhur” atau yang mencoba mendapatkan perlindungan mereka.—Yesaya 8:19, 20; 1 Korintus 10:20-22.

Sebaliknya, orang Kristen juga ingin menghormati ”Bapak, yang kepadanya setiap keluarga di surga dan di bumi berutang nama.” (Efesus 3:14, 15) Siapakah sang Bapak ini? Ia adalah Pencipta dan Pemberi Kehidupan kita, Allah Yehuwa. (Kisah 17:26) Karena itu, sewaktu kita mempertimbangkan kebiasaan-kebiasaan Tahun Baru Imlek, sebaiknya kita bertanya: Bagaimana pandangan Yehuwa terhadap kebiasaan-kebiasaan ini? Apakah hal-hal itu diperkenan-Nya?—1 Yohanes 5:3.

Menghormati
Dewa-Dewa Rumah Tangga

Perayaan Tahun Baru Imlek mencakup banyak kebiasaan populer yang menghormati banyak sekali dewa-dewi rumah tangga, seperti dewa pintu, dewa tanah atau roh pelindung, dewa kekayaan atau dewa keberuntungan, dan dewa dapur. Pertimbangkanlah kebiasaan populer untuk menghormati dewa dapur. Menurut kepercayaan itu, beberapa hari sebelum Tahun Baru, dewa ini mengadakan perjalanan ke surga untuk membawa laporan keluarga kepada Kaisar Batu Giok, penguasa tertinggi di kalangan dewa-dewi Tionghoa. Berharap bahwa dewa dapur itu akan memberikan laporan yang baik, keluarga membekali dia dengan makanan istimewa, dengan sajian manisan dan kue-kue dari ketan. Berharap agar perjalanannya cepat, keluarga menurunkan gambarnya, kadang-kadang memoles bibirnya dengan manisan, dan membakarnya di luar. Pada Malam Tahun Baru, mereka menaruh gambar baru dewa itu di atas tungku dapur, mengundangnya kembali ke rumah mereka pada tahun baru mendatang.

Meskipun banyak kebiasaan itu tampaknya tidak salah, orang Kristen ingin mengikuti pengarahan Firman Allah apabila hal itu menyangkut ibadat. Dalam hal ini, Yesus Kristus mengatakan, ”Yehuwa, Allahmu, yang harus engkau sembah, dan kepada dia saja engkau harus memberikan dinas suci.” (Matius 4:10) Jelaslah, Allah ingin agar kita menyembah Dia saja. Mengapa? Pertimbangkan hal ini: Yehuwa adalah Bapak surgawi kita. Bagaimana perasaan seorang bapak bila anak-anaknya meremehkan dia dan sebaliknya berpaling ke bapak yang lain? Apakah dia tidak akan merasa sakit hati?

Yesus mengakui Bapak surgawinya sebagai ”satu-satunya Allah yang benar”, dan Yehuwa sendiri dengan tegas mengatakan kepada para penyembah-Nya agar ’jangan ada allah lain pada mereka’ selain Dia. (Yohanes 17:3; Keluaran 20:3) Oleh karena itu, orang Kristen sejati ingin menyenangkan Yehuwa, bukan mengecewakan atau menyakiti hati-Nya dengan melayani dewa-dewa lain.—1 Korintus 8:4-6.

Takhayul
dan Spiritisme

Tahun Baru Imlek juga erat kaitannya dengan astrologi. Dalam kalender kamariah, setiap tahun dinamai menurut ke 12 binatang dalam zodiak Cina—naga, harimau, monyet, kelinci, dan sebagainya. Konon dipercaya binatang itu memengaruhi kepribadian dan perilaku orang-orang yang lahir pada tahun itu atau menjadikan tahun itu sebagai hari baik untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Banyak kebiasaan Tahun Baru Imlek lainnya, termasuk menghormati dewa kekayaan atau dewa keberuntungan, khususnya dirancang untuk mengharapkan ”hoki”. Bagaimana hendaknya orang Kristen memandang kebiasaan-kebiasaan tersebut?

Dalam Firman-Nya, Alkitab, Yehuwa mengecam orang-orang yang menjadi ”penyembah langit, pelihat bintang, mereka yang pada bulan-bulan baru membagikan pengetahuan mengenai hal-hal yang akan menimpa [mereka]”. Ia juga mengecam penyembahan kepada ”allah Keberuntungan” dan ”allah Nasib”. (Yesaya 47:13; 65:11, 12) Ketimbang memercayai pengaruh misterius atau yang tidak kelihatan yang konon dihubungkan dengan alam roh atau bintang-bintang, para penyembah sejati diperintahkan, ”Percayalah kepada Yehuwa dengan segenap hatimu dan jangan bersandar pada pengertianmu sendiri. Dalam segala jalanmu, berikanlah perhatian kepadanya, dan ia akan meluruskan jalan-jalanmu.” (Amsal 3:5, 6) Ya, takhayul membuat orang-orang terbelenggu, tetapi kebenaran Alkitab memerdekakan mereka.—Yohanes 8:32.

Tunjukkan
Kasih Anda kepada Allah

Mungkin tidak sulit untuk mengetahui latar belakang kebiasaan dan kepercayaan dari perayaan Tahun Baru Imlek; tetapi yang sulit adalah memutuskan untuk tidak ikut merayakannya. Jika Anda tinggal dalam masyarakat yang memiliki kebiasaan merayakan Tahun Baru Imlek atau jika keluarga Anda merayakannya sekadar mengikuti tradisi, Anda harus membuat keputusan yang penting.

Memang, perlu keberanian dan tekad untuk berdiri teguh di bawah tekanan. ”Saya begitu takut karena semua orang di sekitar saya merayakan festival Tahun Baru, sedangkan saya tidak,” kata seorang wanita Kristen yang tinggal di Asia. Apa yang membantunya? ”Hanya dengan memupuk kasih yang kuat akan Allah saya sanggup berdiri teguh.”—Matius 10:32-38.

Apakah Anda memiliki kasih yang sedemikian kuat kepada Yehuwa? Anda memiliki alasan yang kuat untuk mengasihi-Nya. Kehidupan Anda berasal, bukan dari dewa-dewi yang misterius, melainkan dari Allah Yehuwa, yang menurut Alkitab dikatakan, ”Karena padamu ada sumber kehidupan; dengan terang darimu kami dapat melihat terang.” (Mazmur 36:9) Bukannya dewa keberuntungan atau dewa dapur, melainkan Yehuwa-lah yang menyediakan segala sesuatu bagi Anda dan memungkinkan kehidupan yang bahagia. (Kisah 14:17; 17:28) Sebagai balasannya, maukah Anda mengasihi Dia? Yakinlah, bila Anda melakukannya, Yehuwa akan memberkati Anda dengan limpah.—Markus 10:29, 30.
[Catatan
Kaki]
Juga disebut Tahun Baru Tionghoa, Festival Musim Semi, Chun Jie (Cina), Tet (Vietnam), Solnal (Korea), atau Losar (Tibet).
Kebiasaan-kebiasaan yang disebutkan dalam artikel ini bervariasi di seluruh Asia, tetapi semuanya mempunyai dasar yang sama. Untuk keterangan lebih lanjut, lihat Awake! 22 Desember 1986, halaman 20-21, dan Awake! 8 Januari 1970, halaman 9-11.

[Kotak/Gambar
di hlm. 23]

Menenteramkan
Handai Tolan dan Kerabat



Dapat dimaklumi, bila seorang anggota keluarga tidak lagi ikut merayakan Tahun Baru Imlek, hal itu bisa sangat mengejutkan handai tolan dan kerabatnya. Mereka bisa jadi merasa kesal, disakiti, atau bahkan dikhianati. Namun, banyak yang dapat dilakukan untuk memelihara hubungan keluarga yang harmonis. Pertimbangkanlah beberapa komentar dari orang-orang Kristen yang tinggal di berbagai bagian Asia:


Jiang: ”Sebelum Tahun Baru, saya mengunjungi kerabat dan dengan bijaksana menjelaskan mengapa saya tidak lagi mengikuti beberapa adat istiadat yang populer. Saya berhati-hati agar tidak meremehkan kepercayaan yang mereka anut dan dengan penuh respek menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dari Alkitab. Hal ini membuka kesempatan untuk pembahasan rohani yang bagus.”


Li: ”Menjelang Tahun Baru Imlek, dengan bijaksana dan penuh respek saya memberi tahu suami saya bahwa agar saya benar-benar bisa bahagia, saya harus menaati hati nurani saya. Saya juga berjanji kepadanya bahwa saya tidak akan mempermalukan dia pada waktu kami mengunjungi keluarganya selama perayaan itu. Secara tidak terduga, pada hari keluarganya beribadat kepada leluhur mereka, ia membawa saya ke tempat lain untuk menghadiri pertemuan Kristen.”


Xie: ”Saya meyakinkan keluarga bahwa saya mengasihi mereka dan memberi tahu mereka bahwa kepercayaan yang saya anut akan menjadikan saya orang yang lebih baik. Lalu, saya berupaya keras untuk memperlihatkan sifat-sifat Kristen seperti kelembutan, kebijaksanaan, dan kasih. Lambat laun, mereka merespek agama saya. Belakangan, suami saya mempelajari Alkitab dan juga menjadi orang Kristen sejati.”


Min: ”Saya berbicara kepada orang tua saya dengan cara yang lembut dan penuh respek. Ketimbang memberi ucapan ’semoga beruntung’, saya mengatakan kepada mereka bahwa saya selalu berdoa kepada Yehuwa, Pencipta kita, untuk kepentingan mereka, memohon agar Dia memberkati mereka dan menuntun mereka ke kehidupan yang damai dan bahagia.”


Fuong: ”Saya mengatakan kepada orang tua saya bahwa saya tidak perlu menunggu Tahun Baru untuk berkunjung ke keluarga. Saya sering mengunjungi mereka. Hal ini membuat orang tua saya sangat senang, dan mereka tidak lagi mengkritik saya. Adik laki-laki saya juga mulai berminat mempelajari kebenaran Alkitab.”

[Keterangan
Gambar di hlm. 20]

Panorama Stock/age Fotostock

Tidak ada komentar:

Posting Komentar