Selasa, 04 Desember 2012

Apa kebenaran mengenai Betlehem dan hari Natal ?







Apa
Kebenaran mengenai Betlehem dan Hari Natal?

”PADA waktu kita berpikir mengenai Misteri Betlehem kita tidak dapat menghindari pertanyaan-pertanyaan dan keragu-raguan yang muncul dalam pikiran kita.”—Betlehem, karya Maria Teresa Petrozzi.

’Mengapa ada pertanyaan dan keragu-raguan?’ saudara mungkin bertanya. Padahal, berbagai kepercayaan mengenai Natal, dan tempat-tempat yang bersangkutan dengan kepercayaan-kepercayaan itu, didasarkan atas fakta. Atau, betulkah demikian?

Bilamana
Ia Lahir?

Mengenai tanggal kelahiran Yesus, Maria Teresa Petrozzi bertanya, ”Kapan tepatnya sang Penebus lahir? Kita ingin mengetahui bukan hanya tahun tetapi juga bulan, hari, jamnya. Ketepatan matematika tidak disediakan bagi kita.” New Catholic Encyclopedia memperkuat hal ini, ”Tanggal kelahiran Kristus Yesus hanya dapat dihitung secara kira-kira.” Mengenai tanggal yang diberikan untuk kelahiran Kristus ensiklopedi itu berkata, ”Tanggal 25 Desember tidak cocok dengan kelahiran Kristus melainkan dengan perayaan Natalis Solis Invicti, perayaan Roma pada waktu matahari berada pada titik baliknya.”


Jadi saudara mungkin bertanya, ’Jika Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember, kapan ia lahir?’ Dari Matius pasal 26 dan 27, kita mengerti bahwa Yesus mati pada hari Paskah Yahudi, yang dimulai pada tanggal 1 April 33 M. Selanjutnya, Lukas 3:21-23 memberi tahu kita bahwa Yesus berusia kira-kira 30 tahun pada waktu memulai pelayanannya. Karena ia melayani selama tiga setengah tahun di bumi, ia berusia kira-kira 33 1/2 tahun pada waktu mati. Enam bulan kemudian Kristus akan berumur genap 34 tahun, yang jatuh kira-kira pada tanggal 1 Oktober. Jika kita menghitung mundur untuk mengetahui hari lahir Yesus, kita sampai, bukan pada 25 Desember atau 6 Januari, melainkan kira-kira 1 Oktober tahun 2 S.M.

Juga perlu diingat bahwa selama bulan Desember, Betlehem dan daerah sekitarnya dilanda cuaca dingin, hujan, dan kadang-kadang salju musim dingin. Tidak ada gembala-gembala dengan kawanan domba mereka di luar pada malam hari selama waktu itu. Ini bukan keadaan cuaca yang luar biasa belakangan ini. Alkitab melaporkan bahwa Yoyakim raja Yehuda ”sedang duduk di balai musim dingin, sementara di depannya api menyala di perapian” pada ”bulan yang kesembilan [Kislew, sejajar dengan November-Desember]”. (Yeremia 36:22) Ia membutuhkan api untuk menghangatkan tubuhnya. Tambahan pula, di Ezra 10:9, 13 kita mendapatkan bukti yang jelas bahwa bulan Kislew adalah ”musim hujan, sehingga orang tidak sanggup berdiri di luar”. Ini semua menunjukkan bahwa kondisi cuaca di Betlehem pada bulan Desember tidak cocok dengan gambaran Alkitab mengenai kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kelahiran Kristus Yesus.—Lukas 2:8-11.







Di

Tempat Apa?

Apa pandangan yang benar mengenai tempat yang merupakan bagian dari alasan meletusnya Perang Krim (1853-56), yaitu ’pertempuran berdarah’ yang merenggut lebih dari seratus ribu jiwa tentara Perancis? Apakah tempat itu benar-benar tempat kelahiran Yesus?

Pertama-tama, Alkitab sendiri tidak menyebutkan secara tepat tempat Yesus lahir. Matius dan Lukas meneguhkan bahwa kelahiran Yesus menggenapi nubuat tentang Mesias dalam Mikha 5:1, yang mengatakan bahwa ”seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala”, akan datang dari Betlehem. (Matius 2:1, 5; Lukas 2:4) Kedua catatan Injil itu hanya menyebutkan pokok-pokok pentingnya, yaitu, bahwa Yesus lahir di Betlehem dan, menurut Lukas, bayi tersebut dibungkus dengan kain lampin dan dibaringkan dalam palungan.—Lukas 2:7.

Mengapa para penulis Injil tidak menambahkan lebih banyak rincian? Maria Teresa Petrozzi menulis, ”Para Penginjil mengabaikan rincian ini, jelas karena dianggap tidak penting.” Sebenarnya, nyata sekali bahwa Yesus sendiri tidak menganggap rincian kelahirannya mempunyai arti khusus, karena tidak satu kali pun ia dikutip menyebutkan tanggal ataupun tempat lahirnya yang tepat. Sekalipun dilahirkan di Betlehem, Yesus tidak menganggap tempat itu sebagai kota asalnya, melainkan daerah Galilea disebut sebagai ”rumahnya”.—Markus 6:1, 3, 4; Matius 2:4, 5; 13:54.

Yohanes 7:40-42 menunjukkan bahwa orang-orang pada umumnya tidak mengetahui tempat lahirnya, mengira bahwa ia lahir di Galilea, ”Ada juga yang berkata: ’Ah, masakan Raja Penyelamat datang dari Galilea?’” (BIS) Berdasarkan apa yang dicatat di Yohanes 7:41, buku The Church of the Nativity, Bethlehem mengambil kesimpulan, ”Munculnya pembicaraan demikian, itu sendiri tidak menyanggah fakta bahwa Kristus lahir di Betlehem; namun paling sedikit hal itu menunjukkan bahwa banyak dari kenalan-kenalan-Nya tidak mengetahui tentang itu.”

Sudah jelas bahwa selama kehidupan Yesus di bumi, ia tidak mengumumkan rincian dari kelahirannya. Tempat lahirnya tidak ditandaskan. Kalau begitu, apa dasar dari kepercayaan bahwa Gua Kelahiran Kristus adalah tempat ke mana Yusuf membawa Maria untuk melahirkan?

Petrozzi dengan jujur mengakui, ”Kita tidak mungkin mengetahui dengan pasti apakah grotto adalah salah satu dari tak terhitung banyaknya gua-gua alam yang ada di sekitar Betlehem, atau gua besar yang digunakan sebagai kandang ternak di rumah penginapan. Namun, kisah turun-temurun yang bermula pada penggal pertama abad ke-2, sangat jelas; itu adalah lubang besar yang dijadikan kandang.”—Cetak miring red.







Hanya

Kisah Turun-temurun

Maria Teresa Petrozzi dan R. W. Hamilton, bersama siswa-siswa lain yang meneliti sejarah Betlehem, menunjukkan bahwa Justin Martyr, dari abad kedua M., adalah yang pertama-tama menyatakan bahwa Yesus lahir di sebuah gua, tanpa menyebutkan yang mana. Hamilton mengambil kesimpulan mengenai pernyataan Justin Martyr, ”Ini adalah referensi yang bersifat sambil lalu, dan untuk menyimpulkan bahwa St. Justin memaksudkan gua tertentu, lebih-lebih lagi bahwa ia menyebutkan Gua Kelahiran Kristus yang sekarang, [kita] terlalu memaksakan bukti berdasarkan satu kata saja.”

Pada sebuah catatan kaki Hamilton menulis, ”Catatan mengenai Kelahiran [Kristus] yang terdapat dalam ’Buku Yakobus’ atau ’Protevangelium’ yang tidak asli, yang ditulis kira-kira pada periode yang sama, juga mengetengahkan sebuah gua, namun menyebutkan bahwa letaknya di separuh jalan menuju Betlehem. Sejauh itu mengandung nilai sejarah cerita tersebut menyatakan bahwa tradisi itu belum dihubungkan dengan tempat manapun, pasti bukan dengan Gua Kelahiran Kristus.”

Penulis-penulis keagamaan pada abad ketiga, Origen dan Eusebius, menghubungkan kisah-kisah yang pada waktu itu dikenal umum dengan suatu tempat tertentu. Hamilton berpendapat, ”Jika cerita itu pernah dikaitkan dengan sebuah gua tertentu, tidak mungkin itu menyimpang; dan adalah aman untuk menyimpulkan bahwa gua yang dipertunjukkan kepada para pengunjung tidak lama setelah tahun 200 M. adalah sama dengan Gua Kelahiran Kristus yang sekarang.”

W. H. Bartlett, dalam bukunya Walks About the City and Environs of Jerusalem (1842), mengungkapkan dugaannya mengenai gua ini, ”Sekalipun kisah turun-temurun bahwa ini adalah tempat kelahiran Juru Selamat kita merupakan kisah kuno yang terhormat, karena disebutkan oleh St. Jerome, yang hidup dan meninggal di sel yang berdekatan, letak tempat itu berbeda dengan kemungkinan yang ada, karena sekalipun gua mungkin kadang-kadang digunakan untuk kandang ternak di Palestina, gua ini lebih menjorok ke bawah tanah daripada yang cocok digunakan untuk maksud itu; dan jika kita pertimbangkan selanjutnya kecenderungan para biarawan untuk menetapkan tempat dari peristiwa-peristiwa luar biasa dalam Alkitab di dalam gua-gua, mungkin karena tempat-tempat itu sangat mengesankan, anggapan yang tidak menyetujui tempat itu kelihatannya hampir meyakinkan.”

Apa yang dapat kita simpulkan dari bukti sejarah yang ada dan, lebih penting lagi, dari fakta Alkitab bahwa Yesus maupun murid-muridnya tidak menganggap penting tempat kelahirannya? Ternyata pada waktu Ratu Helena, ibu dari Konstantin Agung, menetapkan lokasi Gereja Kelahiran Kristus pada tahun 326 M., ia melakukannya berdasarkan apa yang disebutkan Hamilton ’berkaitan dengan tradisi lama’. Itu tidak didasarkan atas bukti sejarah ataupun bukti Alkitab.

Ini mengarah kepada kesimpulan selanjutnya bahwa tempat kelahiran Kristus yang sebenarnya tidak diketahui. Kalau begitu, apakah masuk akal bahwa para penganut yang setia berziarah ke tempat-tempat seperti Gua Kelahiran Kristus dan memujanya? Kalau hal itu memang dituntut dari orang-orang Kristiani, tidakkah Yesus sendiri akan memberi tahu murid-muridnya mengenai kewajiban atau bahkan keinginan ini di pihaknya? Tidakkah itu akan dicatat dalam Firman Allah, Alkitab, untuk dibaca umat manusia di seluruh dunia? Karena bukti-bukti demikian secara mencolok tidak disebutkan dalam Alkitab, kita patut bertanya apa yang Yesus anggap layak diperingati.

Kita bisa mengadakan penelitian, namun kita mendapati bahwa satu-satunya peristiwa yang harus diperingati murid-murid Yesus dari generasi ke generasi adalah kematiannya sebagai korban. Ia meninggal pada musim semi, segera setelah merayakan jamuan Paskahnya yang terakhir dengan murid-muridnya. Pada kesempatan itu ia menyuruh murid-muridnya yang setia untuk mengambil bagian dalam jamuan simbolis dengan roti tidak beragi, seperti matzot, dan anggur merah. Mengenai upacara sederhana ini, yang pertama kali diadakan pada tanggal 1 April 33 M., ia memerintahkan, ”Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.”—Lukas 22:19, 20.

Dalam menaati perintah Alkitab ini yang berasal dari Yesus sendiri, Saksi-Saksi Yehuwa di seluruh dunia setiap tahun merayakan Peringatan kematian Kristus sebagai korban. Mereka tidak mengadakan perhimpunan Kristen ini di tempat khusus di ruang atas di Yerusalem, karena Yesus tidak menetapkan hal itu. Namun di seluruh dunia, mereka berkumpul di Balai Kerajaan dan di tempat-tempat pertemuan lain yang cocok di daerah mereka. Perayaan berikutnya akan diadakan pada tanggal 30 Maret 1991 setelah matahari terbenam. Saudara diundang untuk hadir di Balai Kerajaan Saksi-Saksi Yehuwa yang terdekat dengan rumah saudara.

Untuk menghadiri perayaan penting ini dalam menaati perintah Yesus, saudara tidak usah bepergian ke Yerusalem atau ke Betlehem. Yesus maupun murid-muridnya tidak menganggap penting tempat-tempat yang menjadi pusat ibadat Kristen. Sebaliknya, Yesus mengatakan kepada seorang wanita Samaria, yang tempat beribadatnya berpusat di Gunung Gerizim, di Samaria, sebelah utara Yerusalem, ”Percayalah kepadaKu, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.”—Yohanes 4:21, 23.

Mereka yang menyembah Bapa dengan roh dan kebenaran tidak bergantung pada tempat-tempat khusus, seperti Betlehem, atau benda-benda, seperti patung-patung, dalam ibadat mereka. Rasul Paulus berkata, ”Selama kami mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan,—sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya [”iman”, Bode], bukan karena melihat.”—2 Korintus 5:6, 7.

Akan tetapi, saudara mungkin masih bertanya-tanya, bagaimana kita dapat beribadat kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada Dia? Lain kali jika salah seorang dari Saksi-Saksi Yehuwa datang ke rumah saudara, tanyakanlah kepadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar