”Kita sering terjebak dalam ingar bingar Natal. Waktu biasanya habis untuk mengurus berbagai kesibukan yang sudah menjadi tradisi, dan waktu yang seharusnya dikhususkan untuk keluarga dan sahabat pun tersita. Kebahagiaan yang seharusnya kita rasakan kadang malah tertutup oleh stres yang kita alami.”—MANTAN GUBERNUR OKLAHOMA [AS] BRAD HENRY, 23 DESEMBER 2008.
Senin, 26 November 2012
Semangat Natal Kian Pudar?
Apakah Anda Memang Pernah Hidup Sebelumnya?
”Terlahir kembali adalah suatu fakta, orang hidup berasal dari orang mati adalah fakta juga, dan jiwa orang mati benar-benar ada.”—PLATO, FILSUF YUNANI, ABAD KE-5 SM, MENGUTIP PERKATAAN ”SOKRATES”.
”Jiwa harus hidup dalam tubuh namun jiwa bukan tubuh; itu tinggal dalam suatu tubuh dan pindah dari satu tubuh ke tubuh lain.”—GIORDANO BRUNO, FILSUF ITALIA, ABAD KE-16 M.
”Tidak ada yang benar-benar mati: manusia hanya berpura-pura mati . . . dan seolah melihat ke luar jendela, mereka baik-baik saja, tersamar dalam wujud baru yang berbeda.”—RALPH WALDO EMERSON, PENULIS DAN PENYAIR AMERIKA, ABAD KE-19 M.
Pembaca Bertanya . . .
Apakah Iman Sekadar Pelarian?
Pelarian adalah suatu tindakan menipu diri sendiri. Orang yang melakukannya lari dari kenyataan dan tidak bisa berpikir masuk akal. Misalnya, beberapa orang menggunakan alkohol sebagai bentuk pelarian. Pada awalnya, alkohol bisa membuat mereka lebih percaya diri dan merasa dapat menanggulangi problem kehidupan. Tetapi, dalam jangka panjang, orang yang mengandalkan alkohol akan merusak diri sendiri. Apakah iman juga suatu bentuk pelarian seperti itu?
Beberapa orang yang skeptis menyamakan iman dengan kepercayaan yang membabi buta. Mereka mengatakan bahwa orang yang beriman tidak menggunakan logika atau bukti yang nyata sebagai dasar keyakinannya. Mereka menyiratkan bahwa orang yang beriman itu mengabaikan kenyataan.
Alkitab memberikan banyak keterangan tentang iman. Tetapi, Alkitab tidak pernah menganjurkan kita untuk asal percaya atau naif. Alkitab juga tidak menyetujui sikap malas berpikir. Sebaliknya, orang yang memercayai semua yang ia dengar disebut kurang berpengalaman, bahkan bodoh. (Amsal 14:15, 18) Ya, sungguh bodoh apabila kita memercayai sesuatu tanpa memeriksa faktanya! Itu sama seperti mau disuruh menyeberang jalan raya yang ramai dengan mata tertutup.
Sebaliknya dari menganjurkan iman yang membabi buta, Alkitab mendesak kita untuk terus membuka mata kiasan kita agar tidak tertipu. (Matius 16:6) Hal itu kita lakukan dengan menggunakan ’daya nalar kita’. (Roma 12:1) Alkitab melatih kita untuk bernalar berdasarkan bukti dan menarik kesimpulan yang masuk akal berdasarkan fakta. Pertimbangkan beberapa contoh dari tulisan rasul Paulus.
Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus menulis bahwa ia tidak mau mereka asal percaya kepada Allah hanya karena ia menyuruhnya. Tetapi, ia menganjurkan mereka untuk mempertimbangkan bukti adanya Allah. Ia menulis, ”Sebab sifat-sifatnya [Allah] yang tidak kelihatan, yaitu kuasanya yang kekal dan Keilahiannya, jelas terlihat sejak penciptaan dunia, karena sifat-sifat tersebut dipahami melalui perkara-perkara yang diciptakan, sehingga mereka [yang menolak wewenang Allah] tidak dapat berdalih.” (Roma 1:20) Paulus menggunakan alur penalaran serupa ketika menulis surat kepada orang Ibrani. Ia mengatakan, ”Tentu, setiap rumah dibangun oleh seseorang, tetapi ia yang membangun segala perkara adalah Allah.” (Ibrani 3:4) Dalam suratnya kepada orang Kristen di kota Tesalonika, Paulus menganjurkan mereka agar tidak sembarang percaya. Ia ingin agar mereka ”memastikan segala sesuatu”.—1 Tesalonika 5:21.
Iman yang tidak didasarkan atas bukti yang kuat dapat menjadi suatu bentuk pelarian yang bisa menyesatkan dan mencelakai seseorang. Mengenai beberapa orang religius pada zamannya, Paulus menulis, ”Aku memberikan kesaksian tentang mereka bahwa mereka mempunyai gairah untuk Allah; tetapi tidak menurut pengetahuan yang saksama.” (Roma 10:2) Maka, betapa penting bagi kita untuk mengikuti nasihat Paulus kepada jemaat di Roma! Ia menulis, ”Berubahlah dengan mengubah pikiranmu, agar kamu dapat menyimpulkan kehendak Allah yang baik dan diperkenan dan sempurna.” (Roma 12:2) Iman yang didasarkan atas pengetahuan yang saksama tentang Allah bukanlah sebuah bentuk pelarian. Sebaliknya, itu bagaikan ”perisai besar” yang melindungi kita dari bahaya emosi dan rohani.—Efesus 6:16.
Anti-Tritunggal
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Anti-Tritunggal (disebut juga Nontrinitarianisme) merupakan sebuah kepercayaan kristen yang menyatakan penolakan atas doktrin Tritunggal, baik sebagian atau keseluruhan doktrin, karena dianggap tidak tercantum secara eksplisit di Alkitab.
Keberadaan Tritunggal tidak dianggap penting sama sekali oleh semua penganut anti-Tritunggal. Unitarian merupakan salah satu cabang dari anti-Tritunggal, yang menyatakan bahwa Tuhan hanya memiliki satu kepribadian. Penganut anti-Tritunggal modern berbeda pendapat mengenai Allah Bapa, Yesus, dan Roh Kudus.
Selasa, 06 November 2012
Apakah Allah Akan Menetapkan Suatu Pemerintahan Dunia?
Belajarlah dari Firman Allah
Artikel ini memuat pertanyaan yang mungkin pernah Anda ajukan dan memperlihatkan jawabannya dalam Alkitab Anda. Saksi-Saksi Yehuwa senang membahas jawaban ini bersama Anda.
1. Mengapa manusia membutuhkan satu pemerintahan untuk seluruh dunia?
Dewasa ini, problem manusia sering kali berskala global. Di beberapa negeri, kebanyakan rakyatnya miskin dan tertindas. Sedangkan di negeri lain, banyak orang tampaknya berkelimpahan. Hanya pemerintahan global yang dapat mendistribusikan sumber daya bumi secara adil.—BacaPengkhotbah 4:1; 8:9.
Senin, 05 November 2012
Pertanyaan 3: Mengapa Allah Membiarkan Saya Menderita?
Pertanyaan 3: Mengapa Allah Membiarkan Saya Menderita?
AYAH Ian peminum berat. Walaupun segala kebutuhan materinya terpenuhi, Ian tidak mendapat dukungan emosi yang ia dambakan dari ayahnya. ”Saya tidak begitu menyayangi dia, terutama karena kebiasaan minum-minumnya dan cara ia memperlakukan Ibu,” kata Ian. Seraya beranjak dewasa, Ian mulai mempertanyakan adanya Allah. ”’Kalau Allah memang ada,’ pikir saya, ’mengapa Ia membiarkan orang-orang menderita?’”
Mengapa pertanyaan ini diajukan?
Walaupun kehidupan Anda tidak banyak dilanda masalah, rasa keadilan bisa membuat Anda geram saat melihat orang yang tak bersalah menderita. Tetapi, pertanyaan tentang penderitaan menjadi sangat penting jika Anda, seperti Ian, mengalami sendiri berbagai kesulitan atau jika orang yang Anda kasihi jatuh sakit atau meninggal.
Apa jawabannya menurut beberapa orang?
Pertanyaan 2: Bagaimana Keadaan Orang Mati?
Pertanyaan 2: Bagaimana Keadaan Orang Mati?
ROMAN masih anak-anak ketika teman dekatnya mati tertabrak mobil. ”Saya amat terpukul dengan kematian sahabat saya,” katanya. ”Bertahun-tahun setelah itu, saya masih bertanya-tanya bagaimana keadaan orang mati.”
Mengapa pertanyaan ini diajukan?
Kematian manusia sepertinya tidak pernah terasa wajar. Pada usia berapa pun, kita biasanya tidak mau mati. Banyak orang takut akan apa yang terjadi setelah kematian.
Apa jawabannya menurut beberapa orang?
Banyak orang percaya bahwa pada waktu seseorang mati, ada sesuatu yang tetap hidup dari dirinya. Mereka percaya bahwa orang baik akan mendapat pahala di surga, sedangkan orang jahat akan dihukum selama-lamanya karena dosanya. Orang lain berpikir bahwa pada waktu mati, seseorang tidak ada lagi dan akhirnya terlupakan sama sekali.
Pertanyaan 1: Apakah Kehidupan Saya Ada Tujuannya?
Pertanyaan 1: Apakah Kehidupan Saya Ada Tujuannya?
ROSALIND, yang dibesarkan di Inggris, suka sekali belajar. Ia juga ingin membantu orang lain. Setamat sekolah, ia mendapat pekerjaan bergengsi yang ada kaitannya dengan membantu kaum tunawisma; ia juga membantu orang cacat, dan penderita ketidaksanggupan belajar. Walaupun memiliki pekerjaan yang memuaskan dan hidup makmur, ia mengatakan, ”Saya selalu bertanya-tanya, ’Untuk apa kita hidup?’ dan ’Apa makna hidup ini?’”
Mengapa pertanyaan ini diajukan?
Manusia tidak seperti binatang yang tak berakal. Kita sanggup belajar dari masa lalu, merencanakan masa depan, dan mencari makna kehidupan.
Apa jawabannya menurut beberapa orang?
Banyak orang merasa bahwa tujuan utama kehidupan adalah untuk menjadi kaya atau tenar agar bisa bahagia.
Pantaskah Bertanya kepada Allah?
Pantaskah Bertanya kepada Allah?
ADA yang mengatakan bahwa kita tidak boleh mempertanyakan tindakan Allah. Menurut mereka, tidaklah sopan untuk meminta penjelasan mengapa Allah membiarkan atau menghalangi sesuatu terjadi. Begitukah menurut Anda?
Jika ya, Anda mungkin kaget karena ternyata banyak orang baik mempertanyakan tindakan Allah. Perhatikan beberapa contoh pertanyaan yang mereka ajukan kepada Allah:
Ayub yang setia: ”Apa sebabnya orang fasik terus hidup, menjadi tua, juga menjadi unggul dalam kekayaan?”—Ayub 21:7.
Nabi Habakuk yang loyal: ”Mengapa engkau memandang mereka yang berkhianat, engkau tetap diam sewaktu orang fasik menelan habis orang yang lebih adil-benar daripadanya?”—Habakuk 1:13.
Langganan:
Postingan (Atom)